Kamis, 18 Februari 2016

Mengejar Matahari

Cerpen : Mengejar Matahari

Ini kali pertamaku berada di suatu daerah yang tidak pernah aku kunjungin seumur hidupku. Namanya sudah tersohor hingga seluruh penjuru dunia. Mereka kemari dengan tujuan yang sama. Apalagi kalau bukan untuk mengejar matahari.

Aku tidak bisa tidur di dalam kamar yang sempit, tanpa TV ataupun perlengkapan lain. Aku merasa kedinginan, karena seumur hidupku aku tidak pernah berada di puncak gunung. Apakag ini puncak? Entahlah, aku hanya asal berucap ria dalam pemikiranku.


Jam sudah menunjukan tengah malam, tetapi mata ini tak juga bisa diajak kompromi. Mau apa aku disini menghabiskan biaya mahal untuk mengejar matahari. Padahal bangun pagi saja jarang, bahkan tidak pernah mendahuluin matahari. Sekarang, aku berada di sini, mencoba menatap matahari yang akan bangun setelah aku.

Sesekali aku mendengar suara samar-samar dan suara kendaraan JEEP yang ke arah puncak. Aku harus mencoba menutup mataku. Tetapi susah sekali untuk tertidur. Meskipun mata terpejam tetapi pikiran entah kemana bertaburan tanpa bisa kuhentikan.

***

Suara ketokan pintu membangunkanku! Entah sejak kapan aku jatuh tertidur. Padahal aku sudah berusaha payah untuk tidur, rupanya karena kelelahan aku tertidur sejenak.

“Mbak bangun, segera bersiap untuk ke pananjakan,” ujar suara pria yang terus saja mengetuk pintu kamarku.

“Iya, mas. Aku sudah bangun,” sahutku masih berada di atas tempat tidur.

Segera aku menyiapkan diri, sekedar menggosok gigi dan merapikan rambut yang teracak-acak karena tertidur. Aku pun segera meluncur ke titik poin yang dijanjikan tadi malam.

Di sana, sudah ada beberapa pasang menunggu dan karena mereka hanya menantiku. Jeep itu pun segera berangkat. Aku tak bisa melihat apapun dari luar jendela jeep. Gelap, karena memang harus gelap untuk mencapai titik terang diatas puncak. Mencoba menikmatin keindahan sun rise yang tersohor hingga manca negara.

Aku mencoba untuk tetap membuka kelopak mataku yang kian berat diatas jalan menanjak menunju titik point pertama. Beberapa orang di dalam jeep mulai bercakap-cakap menikmatin perjalanan mereka. Sedangkan aku hanya membisu menatap kegelapan yang kian menghilang seiring dengan waktu yang berjalan.

Akhirnya, perjalanan pun berakhir dan aku harus melanjutkan menaikin tangga yang menjulang untuk melihat pesona sinar matahari yang selalu kulewati di tiap kehidupanku hingga usiaku yang sekarang ini. Betapa ramainya, mereka tumpah ruah di atas sini. Hawa dingin kian menusuk kulitku yang mendalam. Penantian itu benar-benar menyiksa batin dan mataku untuk tetap terbuka.

Bisikan suara hatiku seakan-akan bergema dalam dinginnya udara di atas gunung. Hiruk piruk suara bersanda gurau “penduduk” dadakan di gunung tak membuatku terusik sedikit pun. Akhirnya, mentari itu perlahan tetapi pasti memperlihatkan pesonannya. Aku tertegun, betapa indahnya. Sempurna itulah kata-kata terlintas dalam benakku saat itu.

Jauh dari duniaku, jauh dari koneksi teknologi yang membuat hidupku terganggu. Aku berada disini hanya untuk mengejar matahari. Aku hanya mencoba untuk mendapatkan apa yang hilang dalam kehidupanku. Aku berasa hampa. Langit yang tadinya berwarna gelap, berubah menajadi abu-abu dan kemudian putih dan berubah menjadi biru.

Aku meratap dan meneteskan air mata. Aku mencoba tips dari majalan wanita yang mengatakan angkay dagumu keatas agar air mata tidak mengalir. Namun, itu sia-sia karena air mata itu mengalir dengan derasnya. Aku hanya mencoba untuk tak terisak.

Tuhan, batinku terluka tetapi mengejar matahari untuk pertama dalam hidupku. Aku akan menjadi matahari sendiri di dalam kehidupanku. Aku akan mengusir kegelapan dari hati dan hidupku. Sama seperti pemandangan yang tidak pernah kulihat dalam hidupku. 2 juta adalah harga yang murah untuk mendapatkan jiwa dan batin yang baru.

Kala aku lemah dan tak berdaya dalam kegelapan hidupku. Aku akan kembali mengejar matahari untuk mencoba melihat kembali apa yang hilang dalam hidupku dan apa yang harus kucoba pertahankan dalam kehidupanku di masa datang. Terimakasih matahari, meskipun ini pertama kali seumur hidupku melihatmu terbit dari balik gunung, aku merasakan hal yang berubah dalam hatiku. Kehangatan sinarmu sampai menembus relung gelap batinku.


Disuatu siang kala menanti makan siang siap. 18 Februari 2016
Terima Kasih Atas Kunjungannya Teman
Judul: Mengejar Matahari
Ditulis Oleh Unknown
Jika mengutip harap berikan link yang menuju ke artikel Mengejar Matahari ini. Sesama pecinta dunia blogger marilah kita saling menghargai. Terima kasih atas perhatiannya dan sudah membaca di sini. Salam Penuh Kasih dan Karya. Arndt SP

0 comments:

Posting Komentar

Thanks to leave good and polite comments here

 

The words is WORLD Template by Ipietoon Cute Blog Design and Bukit Gambang